“Saya mengapresiasi kerja keras BNPT dan Densus 88 yang telah melakukan pendekatan lunak (soft approach) secara konsisten. Kolaborasi ini membuahkan hasil luar biasa, termasuk ikrar setia dari mantan anggota Jamaah Islamiyah,” ujar Kapolri.
Pendekatan lunak tersebut, lanjutnya, adalah bagian dari program deradikalisasi yang bertujuan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Harapan Mantan Anggota Jamaah Islamiyah
Salah satu mantan anggota Jamaah Islamiyah, Siswanto, menyampaikan rasa syukur dan harapannya atas deklarasi ini. Ia berharap langkah ini menjadi titik akhir dari ekstremisme di Indonesia.
“Pendampingan telah berjalan sejak deklarasi pertama pada 30 Juni 2024 hingga pertemuan ke-45 hari ini. Kami berharap tidak ada lagi ekstremisme dan mereka yang masih di luar segera bergabung untuk mendukung persatuan NKRI,” ungkap Siswanto.
Referensi Hukum dan Ancaman Pidana
Pentingnya deklarasi ini didasari oleh berbagai aturan hukum terkait pencegahan ekstremisme dan terorisme:
UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Pasal 12A Ayat (1): Setiap orang yang merekrut, menggerakkan, atau mendidik orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Pasal 13B: Setiap orang yang mengikuti pelatihan militer atau kegiatan lain yang dapat digunakan untuk tindak pidana terorisme diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
UU Nomor 15 Tahun 2003 (Revisi UU Terorisme)
Pasal ini menegaskan ancaman hukuman mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 tahun bagi pelaku tindak pidana terorisme.
KUHP Pasal 170
Kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama di muka umum dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan, apabila menyebabkan luka berat atau kematian.
(Red)