Diduga Ada Praktik Prostitusi Bermodus Panti Pijat di Wilayah Hukum Polsek Jagakarsa

Gambar Gravatar
Ilustrasi
Ilustrasi Bisnis Prostitusi Berkedok Panti Pijat. (Foto: Dokumen Redaksi)

Salah satu warga, yang enggan disebutkan namanya, menyampaikan kepada awak media bahwa mereka berharap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) dapat berperan aktif dalam memberantas praktik ilegal ini. Warga juga meminta agar Polsek Jagakarsa lebih responsif terhadap laporan masyarakat.

Aturan dan Hukum Terkait Prostitusi

Bisnis prostitusi, baik terselubung maupun terang-terangan, dianggap ilegal di Indonesia. Berikut adalah beberapa referensi aturan dan hukum terkait:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

  • Pasal 296
    Orang yang dengan sengaja memudahkan perbuatan cabul antara orang lain dan menjadikannya sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, dapat dihukum penjara hingga 1 tahun 4 bulan atau denda.
  • Pasal 506
    Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul yang dilakukan oleh seseorang perempuan dan menjadikannya sebagai pekerjaannya, diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun.

2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)

Pasal-pasal dalam undang-undang ini dapat digunakan jika prostitusi melibatkan unsur eksploitasi seksual, perdagangan manusia, atau pemaksaan:

  • Pasal 2 Ayat (1)
    Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan orang dengan ancaman kekerasan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, atau memanfaatkan kerentanan untuk tujuan eksploitasi seksual, termasuk prostitusi, dapat dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda hingga Rp600 juta.

3. Peraturan Daerah (Perda)

Beberapa pemerintah daerah memiliki peraturan daerah (Perda) yang secara khusus melarang dan memberikan sanksi terkait prostitusi:

Bacaan Lainnya
  • Contohnya, Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, yang mengatur larangan menjajakan diri atau menawarkan layanan prostitusi di ruang publik.

4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

  • Pasal 4 Ayat (2)
    Memproduksi, mendistribusikan, atau memanfaatkan pornografi dengan tujuan komersial yang terkait dengan prostitusi dilarang keras dan dapat dikenai sanksi pidana.

5. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)

MUI juga telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan prostitusi sebagai tindakan yang dilarang dalam Islam karena melanggar syariat dan merusak moral masyarakat.

6. Hukum Adat dan Norma Sosial

Selain hukum formal, banyak wilayah di Indonesia yang menerapkan hukum adat dan norma sosial untuk menolak praktik prostitusi karena bertentangan dengan nilai agama dan budaya lokal.

Upaya Penanggulangan

Pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk:

  • Mengintensifkan razia dan pengawasan berkala di lokasi-lokasi yang diduga menjadi tempat praktik prostitusi terselubung.
  • Meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai dampak buruk praktik prostitusi terhadap lingkungan sosial dan moral.
  • Menggalang kerja sama lintas sektoral, termasuk tokoh agama, untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan kondusif.
  • Mendorong masyarakat melaporkan aktivitas mencurigakan kepada pihak berwenang.

Praktik prostitusi terselubung di wilayah hukum Polsek Jagakarsa adalah masalah serius yang memerlukan penanganan berkelanjutan. Selain merusak norma sosial dan keagamaan, praktik ini berpotensi menciptakan lingkungan yang tidak aman dan tidak kondusif.

Kolaborasi antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat sangat penting untuk menghapus praktik-praktik semacam ini demi menciptakan lingkungan yang bersih dan bermartabat.

(Tim/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *