Investigasi Indonesia
Batang, Jawa Tengah – Sebuah laporan pengaduan dari warga Kabupaten Batang di laman LaporGub bernomor LGWP39113808 tertanggal 30 Desember 2024, menyebutkan adanya dugaan praktik pungutan liar (pungli) terkait proses pembuatan sertifikat massal. Dalam pengaduannya, seorang warga mengungkapkan bahwa untuk pembuatan satu sertifikat massal di Desa Karangasem Utara, pihak keluarga diminta biaya sebesar Rp 2 juta lebih, yang dianggap tidak wajar dan tidak sesuai dengan ketentuan.
Menurut pengadu, biaya tersebut di luar dari biaya ukur yang juga diminta dengan alasan bahwa “petok” (surat ukur tanah) yang digunakan sebagai dasar sertifikat hilang. Selain itu, pihak kelurahan disebut tidak memiliki salinan data cadangan, yang seharusnya tersedia apabila ada laporan kehilangan petok. Pengadu juga mengkritik pihak kelurahan yang terkesan tidak transparan dan menyarankan tindakan tegas terhadap praktik pungli tersebut.
Dari sisi hukum, praktik pungli dalam layanan publik jelas bertentangan dengan hukum yang berlaku. Sesuai dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pungutan liar di sektor publik dapat dijerat dengan hukuman pidana. Ancaman pidananya bisa berupa pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Pungli dalam pengurusan sertifikat ini juga dapat dikenakan sanksi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang mewajibkan aparat pemerintah untuk bekerja dengan transparansi dan tanpa mengambil keuntungan pribadi.