Fenomena Wartawan Tidak Bisa Menulis Berita di Era Kebebasan Pers

Gambar Gravatar

Banyak yang hanya mengandalkan kartu identitas dari perusahaan media tanpa menjalani pelatihan yang memadai.

Fenomena ini juga melahirkan istilah seperti “wartawan bodrek” atau “wartawan odong-odong” julukan yang ditujukan kepada wartawan yang lebih banyak berkeliaran di lapangan mencari imbalan uang daripada menghasilkan tulisan berita yang bermutu.

Di lapangan, wartawan yang kurang kompeten ini sering terlihat hadir dalam acara liputan tanpa tujuan jelas.

Mereka lebih fokus pada peluang mendapatkan uang “transportasi” atau “uang bensin” dari pihak penyelenggara acara.

Bacaan Lainnya

Aktivitas seperti ini jauh dari semangat jurnalistik yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat secara objektif dan akurat.

Fenomena ini merusak citra wartawan sebagai pilar penting dalam demokrasi.

Sebagai profesi yang seharusnya mengedepankan kualitas dan kredibilitas, wartawan memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga standar profesionalitas.

Ketidakmampuan menulis berita tidak hanya merugikan media tempat mereka bekerja, tetapi juga merugikan publik yang menjadi konsumen informasi.

Dalam era di mana kebebasan pers begitu dijunjung tinggi, penting bagi semua pihak, baik media maupun pemerintah, untuk memastikan bahwa mereka yang menyebut diri wartawan memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan profesi.

Pelatihan jurnalistik yang mendalam dan mekanisme sertifikasi yang ketat bisa menjadi solusi untuk meningkatkan kualitas wartawan di Indonesia.

Tanpa upaya serius untuk mengatasi fenomena ini, kebebasan pers justru bisa menjadi alat yang disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Profesi wartawan harus kembali pada esensi dasarnya, sebagai pelapor kebenaran yang bisa diandalkan.

Dan untuk mencapai itu, kemampuan menulis yang baik adalah syarat mutlak yang tak bisa diabaikan.

(M. Efendi)

Pos terkait