Kasus Penembakan Pemilik Mobil Rental: Pandangan Berbeda dari Ponto dan Wilson Lalengke

Gambar Gravatar

Investigasi Indonesia, Jakarta – Insiden penembakan yang melibatkan anggota TNI Angkatan Laut (AL) dan pemilik mobil rental menarik perhatian publik. Kasus ini memicu perdebatan terkait kronologi kejadian, akar masalah, serta langkah hukum yang perlu diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Berbagai pihak memberikan pandangan, termasuk Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, S.T., M.H., mantan Kabais TNI (2011–2013), dan Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., M.A. Kedua tokoh ini mengemukakan pendapat yang saling bertolak belakang.

Pandangan Laksda (Purn) Soleman B. Ponto

Menurut Ponto, kasus ini berawal dari dugaan penggelapan mobil yang membuat pemilik rental mengerahkan massa untuk mencari kendaraan tanpa melibatkan pihak kepolisian. Ia menilai tindakan tersebut sebagai bentuk premanisme yang memperburuk situasi.

“Tindakan pengerahan massa jelas melanggar hukum. Seharusnya, pemilik rental melaporkan kejadian ini kepada pihak berwajib untuk penanganan sesuai prosedur,” ujar Ponto dalam pernyataan pers yang beredar di beberapa grup WhatsApp pada Sabtu, 11 Januari 2025.

Bacaan Lainnya

Ponto juga menjelaskan bahwa anggota TNI yang terlibat merupakan korban pengeroyokan yang dituduh sebagai maling. Dalam keadaan terdesak, anggota TNI AL tersebut akhirnya melepaskan tembakan yang, menurut Ponto, merupakan upaya pembelaan diri yang mengakibatkan tewasnya pemilik rental.

Mengenai penggunaan senjata api, Ponto menegaskan bahwa hukum militer mengatur ketat penggunaan senjata. Pembelaan diri, lanjutnya, diatur dalam Pasal 49 KUHP, yang mensyaratkan adanya ancaman melawan hukum, tindakan yang proporsional, dan tujuan menghentikan serangan.

Pos terkait