“Dalam skema ilegal ini, sertifikat tanah dipindahkan ke nama AH tanpa izin pemilik asli, kemudian digunakan sebagai agunan untuk mendapatkan kredit modal kerja senilai Rp 25 miliar di salah satu bank. Akibatnya, bank mengalami kerugian kredit macet sebesar Rp 25 miliar, sedangkan para petani mengalami kerugian total Rp 9 miliar. Kerugian total akibat perbuatan mereka diperkirakan mencapai Rp 34 miliar,” ujar Kombes Pol Dwi Subagyo.
Proses penanganan kasus ini dimulai sejak 2021 dan memakan waktu hingga 3 tahun untuk mengungkap jaringan mafia tanah yang kompleks. Lebih dari 46 saksi telah diperiksa selama proses penyelidikan ini, termasuk 2 saksi ahli dari Universitas Indonesia dan Universitas Diponegoro.
Saat ini, para tersangka sudah ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah atas kasus yang berbeda. AH sendiri telah beberapa kali menjadi tersangka dalam kasus-kasus sebelumnya, termasuk kasus kredit fiktif.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang penipuan dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara, serta Pasal 266 KUHP tentang pemalsuan dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara.
(Naniek/Red)