Investigasi Indonesia
Semarang, Jawa Tengah – Panti asuhan sering kali diasosiasikan sebagai tempat perlindungan bagi anak-anak yang kurang beruntung. Namun, kisah kelam dari panti asuhan LKSA Al-Mustaghfirin, yang berlokasi di Gang Pringgondani II, Bangetayu Wetan, Kecamatan Genuk, Kota Semarang, memunculkan pertanyaan besar tentang pelaksanaan fungsi panti asuhan yang ideal.
Investigasi mengungkap adanya dugaan kekerasan fisik terhadap anak-anak di panti tersebut. Beberapa anak bahkan memilih melarikan diri karena tidak tahan dengan perlakuan yang diterima, seperti yang dialami oleh seorang anak bernama Satria (nama samaran).
Dugaan Kekerasan Fisik dan Ketidakadilan
Satria, yang tumbuh di panti karena orang tuanya tinggal di Kalimantan, menceritakan pengalaman pahitnya. Ia mengaku menjadi korban kekerasan fisik setelah ketahuan merokok.
“Saya dipukul di wajah, bahkan pernah dilempar jam dinding,” ungkap Satria.
Tidak hanya itu, Satria juga mengaku bahwa sebagian uang donasi yang diterima anak-anak panti hanya diberikan setengahnya, dengan alasan akan ditabung. Namun, setelah keluar dari panti, uang tabungan tersebut tidak pernah diberikan kepadanya.
Pekerjaan sehari-hari Satria di panti meliputi membersihkan lingkungan dan mencari pakan kambing. Setelah kabur, ia harus berpindah-pindah tempat tinggal hingga akhirnya diterima oleh keluarga temannya.
Kasus Serupa di LKSA Al-Mustaghfirin
Satria bukan satu-satunya korban. Seorang anak lain, L (nama samaran), juga mengalami perlakuan serupa. Ia kabur setelah dihukum karena membantu temannya yang melarikan diri. Sementara itu, seorang anak bernama Mawar (nama samaran) yang mengalami depresi, justru diusir dari panti alih-alih diberikan pengobatan atau dibawa ke Dinas Sosial.
Pelanggaran Hak Anak