Namun, Syamsul Bahri mengungkapkan dugaan adanya mark up harga serta praktik pengaturan pemenang lelang. Menurutnya, ada selisih besar antara nilai anggaran yang terealisasi dan yang seharusnya dikeluarkan. Sebagai contoh, dari anggaran Rp1.835.165.000, diduga ada Rp779.495.000 yang terindikasi sebagai pemahalan harga.
Kasus serupa juga terjadi pada tahun 2023, dengan pengadaan pakaian dinas yang dialokasikan dalam kegiatan “Layanan Keuangan dan Kesejahteraan DPRD”. Syamsul Bahri menyatakan bahwa dari total anggaran Rp2.276.644.000, sebesar Rp1.219.211.500 diduga kuat merupakan anggaran fiktif.
Syamsul Bahri menegaskan pentingnya mengawal kasus ini hingga ke pengadilan dan meminta Kejaksaan Negeri untuk segera memanggil dan memeriksa pihak-pihak terkait. Dia menekankan bahwa korupsi merusak perekonomian dan tatanan wilayah, dan meminta dukungan semua pihak dalam melawan praktik korupsi.
(M. Aqil Bahri, S.H)