Kritik juga diarahkan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Salatiga yang dinilai gagal menjalankan kontrol lapangan secara maksimal. Dugaan permainan antara kontraktor, konsultan, dan oknum pejabat pun mengemuka.
Ketua DPD Lembaga Aliansi Indonesia Badan Penelitian Aset Negara (LAI BPAN) Jawa Tengah, Yoyok Sakiran, menegaskan pihaknya akan menindaklanjuti dugaan tersebut secara serius.
“Kami mendesak Inspektorat Salatiga, BPK, dan APH untuk segera mengaudit fisik dan keuangan proyek. Bila terbukti melanggar, semua pihak harus bertanggung jawab secara hukum dan administratif,” ujar Yoyok.
Senada, pengurus sekaligus investigator LAI BPAN Jawa Tengah, M. Supadi (Kang Adi), mengatakan bahwa pihaknya akan mengirim surat resmi kepada DPUPR, Polres Salatiga, hingga Polda Jawa Tengah agar kasus ini ditindaklanjuti secara transparan.
Dengan nilai anggaran nyaris Rp11 miliar, proyek ini dikhawatirkan akan menjadi “monumen kegagalan” jika penyimpangan benar terbukti. Alih-alih menjadi destinasi wisata religi unggulan, pembangunan ini bisa mencoreng kredibilitas pengelolaan anggaran publik di Kota Salatiga.
Sebagai wujud keberimbangan, redaksi membuka ruang hak jawab bagi pihak kontraktor, penyedia jasa, maupun instansi pemerintah yang disebutkan dalam laporan ini.
(TIM)
Tinggalkan Balasan