Bantul, Yogyakarta – Kuasa hukum terdakwa dalam perkara pidana yang sedang berjalan di Pengadilan Negeri Bantul menyoroti ketidakkonsistenan keterangan seorang saksi bernama Tupon dalam dua persidangan berbeda. Perbedaan ini dinilai berpotensi memengaruhi kredibilitas kesaksian di hadapan majelis hakim.
Ketidaksesuaian keterangan muncul dalam dua perkara pidana terpisah yang melibatkan terdakwa berbeda. Dalam perkara nomor 264/Pid.B/2025/PN Btl, dengan terdakwa Notaris Anhar Rusli, S.H., saksi Tupon menyatakan bahwa ia tidak pernah menandatangani akta jual beli yang diajukan oleh penasihat hukum. Namun, sang istri, Amdiyahwati, mengakui tanda tangan tersebut sebagai milik mereka.
Akta yang sama juga ditunjukkan oleh Jaksa Penuntut Umum dan diakui keberadaannya dalam persidangan. Dalam berkas perkara, akta itu tercatat telah ditandatangani oleh Tupon dan Amdiyahwati.
Kuasa hukum terdakwa, Dr. Wilpan Pribadi, S.H., M.H., menghadirkan bukti foto yang menunjukkan Tupon dan istrinya tengah menandatangani akta jual beli di hadapan Notaris Anhar Rusli, bersama pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut Dr. Wilpan, bukti visual ini penting dalam menunjukkan fakta yang sebenarnya terjadi.
Klaim Buta Huruf Berubah di Persidangan
Dalam persidangan perkara Notaris Anhar Rusli, Tupon menyatakan tidak bisa membaca karena hanya mengenyam pendidikan hingga kelas 2 SD. Amdiyahwati bahkan mengaku tidak pernah bersekolah dan tidak bisa membaca.
Namun, data dari dokumen Kartu Keluarga nomor 340216250703091 mencatat bahwa keduanya adalah lulusan SD.
Tinggalkan Balasan