Lebih jauh lagi, dalam perkara lain yang melibatkan terdakwa Triyono, Indah Fatmati, dan Muhammad Achmadi, keterangan saksi berubah signifikan. Tupon mengaku bersekolah hingga kelas 6 SD. Sementara Amdiyahwati, yang sebelumnya menyatakan buta huruf, dalam sidang ini bisa membaca dan membuktikannya dengan membaca tulisan “HAKIM KETUA” di ruang sidang.
Pengakuan Terkait Penandatanganan Akta
Meski terdapat perbedaan dalam pernyataan sebelumnya, dalam kedua sidang Tupon dan Amdiyahwati akhirnya mengakui telah menandatangani akta jual beli di rumah mereka tanpa adanya paksaan dari pihak mana pun. Mereka juga menyebut bahwa dokumen ditandatangani lembar demi lembar secara sadar, meski tidak dibacakan dan tidak dilakukan langsung di hadapan notaris.
Hal serupa juga diungkap dalam proses pemecahan sertifikat hak milik (SHM) nomor 4993 di hadapan Notaris Aris dan proses wakaf jalan atas SHM nomor 24451 melalui Notaris Anindita. Meskipun isi akta tidak dibacakan, mereka mengaku menandatanganinya secara sukarela.
Sorotan terhadap Kredibilitas Saksi
Kuasa hukum terdakwa menilai perbedaan-perbedaan dalam keterangan saksi Tupon patut menjadi perhatian majelis hakim. Inkonsistensi dianggap dapat menurunkan bobot kesaksian secara hukum.
“Kesaksian yang berubah-ubah tentu berdampak pada penilaian objektivitas dan validitasnya di mata hukum,” ujar Dr. Wilpan Pribadi usai persidangan, Rabu (17/09/2025).
Sidang akan dilanjutkan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lainnya serta pembuktian tambahan dari masing-masing pihak.
(Jaya/Red)
Tinggalkan Balasan