Monumen Ketenangan Jiwa, Saksi Bisu Pertempuran Lima Hari di Semarang yang Terabaikan

Investigasi Indonesia

Semarang, Jawa Tengah – Di balik pesona tersembunyi Pantai Baruna, Semarang, berdiri sebuah monumen sejarah penting yang jarang diketahui masyarakat luas—Monumen Chinkon no Hi, atau lebih dikenal sebagai Monumen Ketenangan Jiwa.

Monumen ini menjadi saksi bisu peristiwa bersejarah, Pertempuran Lima Hari di Semarang, yang terjadi pada 15–20 Oktober 1945.

Meski memiliki peran besar dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, monumen ini seringkali terlupakan dan bahkan diabaikan.

Bacaan Lainnya

Monumen Ketenangan Jiwa terletak di tengah lingkungan yang tidak biasa, dikelilingi tambak dan kandang kambing.

Akses utama menuju monumen hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua melalui jalan sempit yang kurang memadai.

Kondisi jalan ini semakin parah saat musim hujan, ketika banjir rob kerap melanda kawasan sekitar, memaksa pengunjung untuk berjalan kaki menuju lokasi.

Ketika tim Esposin mengunjungi monumen ini pada Minggu, 13 Oktober 2024, banjir rob hanya setinggi mata kaki, sehingga kendaraan masih dapat melintas dengan hati-hati.

Setibanya di lokasi, suasana sunyi dan terpencil langsung terasa karena letaknya yang jauh dari pemukiman.

Meskipun tampak terabaikan, monumen ini masih relatif terjaga dengan hanya beberapa kerusakan kecil pada batu peresmian.

Salah satu warga setempat, Elizabet, mengungkapkan bahwa monumen ini jarang menjadi tujuan utama pengunjung, kecuali nelayan yang memancing di sekitar Pantai Baruna.

“Kalau yang lewat sebenarnya lumayan, sering buat mancing.

Tapi monumennya jarang dikunjungi, cuma dilewati saja,” ujarnya.

Setiap tahun, antara Agustus dan Oktober, keturunan veteran Jepang rutin berziarah ke monumen ini untuk mengenang tentara Jepang yang gugur dalam Pertempuran Lima Hari.

Edi Wiyanto, seorang warga berusia 74 tahun, telah merawat monumen tersebut sejak 1998 tanpa imbalan.

Ia hanya berharap pemerintah memperbaiki akses jalan ke monumen, mengingat pentingnya monumen ini dalam sejarah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *