Semarang, Jawa Tengah — Gelombang aduan warga membanjiri portal LaporGub! Jawa Tengah sejak dibukanya proses Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026. Mayoritas keluhan muncul seputar jalur domisili dan afirmasi yang dinilai tidak adil, membingungkan, dan berpotensi membuka celah penyalahgunaan data.
Laman LaporGub! mencatat berbagai laporan yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian sistem dengan realita lapangan. Salah satu aduan datang dari orang tua di Kabupaten Semarang, yang merasa kecewa karena anaknya tidak diterima di sekolah negeri meskipun lokasi rumah mereka hanya berjarak sangat dekat.
“Anak saya yg bertempat tinggal dekat sekolah ingin sekolah yang dekat dengan rumah malah gak bisa, malah harus sekolah swasta yang jaraknya lebih jauh…” tulis pelapor dalam laporan LGWP35835662 pada 21 Juni 2025.
Dalam responnya, Dinas Pendidikan menyebut anak tersebut masuk daftar cadangan dan seleksi sudah dilakukan secara objektif dan transparan. Namun, jawaban itu tak cukup meredakan kekecewaan warga, yang merasa tidak mendapat keadilan meski telah memenuhi syarat domisili.
Persoalan verifikasi dokumen juga menjadi sorotan publik. Di laporan LGWP68606273 yang masuk dari Kota Semarang pada 16 Juni, warga menyampaikan bahwa proses verifikasi di setiap sekolah tidak seragam, bahkan cenderung membingungkan. Beberapa sekolah mewajibkan verifikasi manual, sementara sekolah lain hanya menerima unggahan daring tanpa kejelasan tahapan.
“Cara verifikasi tiap sekolah berbeda… seakan‑akan secara tidak langsung harus melaksanakan verifikasi di sekolah yg dituju. Saya sudah menghubungi layanan aduan SPMB, tetapi hingga sekarang belum direspon.”
Kebingungan juga terjadi pada pembagian kuota jalur masuk. Seorang warga dalam laporan LGWP67407973 mempertanyakan pembagian kuota jalur domisili dan khusus, yang dianggap tidak masuk akal. Pelapor menganggap kuota jalur domisili terlalu kecil dibandingkan dengan jalur afirmasi dan prestasi yang diduga tidak benar-benar mewakili sasaran utamanya.
Tinggalkan Balasan