Stasiun Demak Sejarah dan Arsitektur

Bangunan generasi kedua ini dirancang oleh van Nijmegen Sehonegevel sebagai insinyur, van Leeuwen sebagai arsitek, dan Widagdi sebagai pengawasnya.

Stasiun ini menggunakan gaya arsitektur Hindia Baru (Nieuwe Indische Bouwstijl) dengan atap yang diekspos, menambah keartistikan bangunan.

Pada tahun 1986, jalur kereta api yang melayani Kemijen hingga Rembang ditutup akibat kondisi prasarana yang tua serta persaingan dengan transportasi lain.

Foto koleksi de Jong dalam buku Spoorwegstations op Java yang diterbitkan pada tahun 1993 menunjukkan stasiun ini masih tampak dengan atap dan jalurnya yang sudah tidak terpakai pada tahun 1990.

Bacaan Lainnya

Jalur tersebut kemungkinan dibongkar pada tahun 1996 hingga akhir 1990-an.

Berdasarkan cetak biru zaman Belanda, Stasiun Demak dahulu memiliki tujuh jalur dengan jalur 2 sebagai sepur lurus arah Semarang maupun Kudus, jalur 3 sebagai sepur lurus percabangan menuju Purwodadi, satu peron sisi, dan tiga peron pulau.

Jalur 1 memiliki sepur belok untuk bongkar muat barang dan sepur badug menuju gudang.

Stasiun ini dilengkapi dengan kanopi yang menaungi tiga peron pulau, depot lokomotif, menara air, dan gudang. Atap kanopi memiliki panjang 120 meter dan tinggi 7,5 meter.

Stasiun Demak adalah saksi bisu perkembangan transportasi kereta api di masa lalu, menjadi bagian penting dari sejarah perkeretaapian di Indonesia.

(M. Efendi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *