Oleh Redaksi Investigasi Indonesia
Editorial – Pancasila bukan sekadar dasar negara; ia adalah jiwa bangsa. Dalam setiap sila terkandung nilai-nilai luhur yang menjadi penuntun moral dan arah perjalanan Indonesia. Di tengah perubahan zaman yang serba cepat, nilai-nilai itu diuji—dan salah satu benteng terakhirnya adalah jurnalisme.
Pada Hari Lahir Pancasila ini, kita diajak bukan hanya untuk mengenang pidato historis Bung Karno di tahun 1945, tetapi juga untuk merenungkan bagaimana nilai-nilai Pancasila masih hidup—atau barangkali terlupakan—dalam praktik kehidupan berbangsa, termasuk dalam dunia pers.
Sila Pertama dan Kebebasan Bersuara
“Ketuhanan Yang Maha Esa” bukan hanya soal spiritualitas, tapi juga soal kesadaran etis. Jurnalisme yang lahir dari semangat etika—kejujuran, keadilan, empati—adalah bentuk pengejawantahan nilai ketuhanan. Seorang jurnalis yang mengkhianati kebenaran sama artinya dengan mengkhianati panggilan nurani.
Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Jurnalis sejati berdiri untuk kemanusiaan. Ketika suara rakyat dilemahkan oleh kekuasaan, ketika minoritas dibungkam oleh mayoritas, di sanalah jurnalisme harus hadir. Pers yang berpihak pada kemanusiaan bukan berarti berpihak secara politik, melainkan berdiri tegak di atas nilai universal: keadilan.
Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
Di tengah polarisasi dan ujaran kebencian yang kian marak di ruang digital, jurnalisme ditantang untuk tidak menjadi corong kepentingan kelompok. Jurnalisme Pancasila adalah jurnalisme yang merawat persatuan, menyuarakan keberagaman tanpa membakar emosi massa.
Sila Keempat dan Kelima: Demokrasi dan Keadilan Sosial
Pers bukan pelengkap demokrasi. Ia adalah penopangnya. Lewat karya jurnalistik yang jujur, kritis, dan berimbang, masyarakat dapat membuat keputusan yang sadar. Ketika pers diam karena tekanan kekuasaan atau suap pemilik modal, maka demokrasi menjadi panggung sandiwara. Keadilan sosial tidak akan pernah lahir jika suara kaum kecil dikubur dalam diam.
Pancasila dan Tantangan Jurnalis Hari Ini
Hari ini, kita menyaksikan bagaimana kebebasan pers kembali diuji. Kriminalisasi wartawan, tekanan politik, intervensi pemodal, dan dominasi algoritma digital telah membuat banyak jurnalis kehilangan arah. Mereka yang seharusnya menjadi pilar keempat demokrasi, justru dijebak dalam ketidakpastian etis dan ekonomi.
Namun semangat Pancasila memanggil kembali: bahwa jurnalisme adalah jalan pengabdian, bukan sekadar profesi. Bahwa keberanian menyuarakan kebenaran adalah bentuk nyata bela negara. Bahwa melindungi masyarakat dari informasi palsu adalah ibadah dalam bentuk lain.
Tinggalkan Balasan