Akibatnya, persepsi publik terhadap isu-isu politik sering kali tidak homogen dan dapat berujung pada konflik sosial.
Sebagai pilar penting dalam demokrasi, media memiliki tanggung jawab besar dalam menyampaikan informasi yang akurat, objektif, dan tidak berpihak.
Namun, kenyataannya, media juga sering kali dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi dan politik.
Konsolidasi kepemilikan media, di mana beberapa perusahaan besar mengendalikan mayoritas media massa, dapat mengarah pada homogenisasi informasi dan berkurangnya keragaman perspektif.
Di sisi lain, kebebasan pers yang dijamin oleh undang-undang harus diimbangi dengan etika jurnalistik yang kuat.
Dalam beberapa kasus, penyebaran berita bohong atau hoaks, terutama melalui media sosial, dapat merusak tatanan demokrasi dan mengikis kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga politik.
Perkembangan teknologi digital membawa tantangan baru dalam pembentukan opini dan persepsi publik.
Di satu sisi, media sosial memberikan platform bagi masyarakat untuk lebih terlibat dalam diskusi politik dan berbagi informasi.
Namun, di sisi lain, media sosial juga menjadi tempat yang subur bagi penyebaran disinformasi dan propaganda.
Kecepatan informasi yang beredar di media sosial sering kali mengalahkan proses verifikasi fakta, sehingga publik mudah terpengaruh oleh informasi yang tidak akurat.
Selain itu, peran influencer dan tokoh masyarakat di media sosial semakin penting dalam mempengaruhi opini publik.
Mereka sering kali memiliki basis pengikut yang besar dan setia, yang mempercayai apa pun yang mereka sampaikan, bahkan tanpa verifikasi lebih lanjut.
Ini menciptakan lanskap politik yang semakin kompleks, di mana pembentukan opini tidak lagi hanya didominasi oleh media arus utama, tetapi juga oleh individu-individu yang memiliki pengaruh besar di dunia digital.
Media dan budaya politik adalah dua elemen yang saling mempengaruhi dalam pembentukan opini dan persepsi publik.
Media memiliki kekuatan besar dalam menentukan isu apa yang penting dan bagaimana isu tersebut dipersepsikan oleh masyarakat.
Di era digital, tantangan ini semakin besar dengan adanya disinformasi dan polarisasi yang diperkuat oleh algoritma media sosial.
Untuk menjaga demokrasi yang sehat, penting bagi media untuk tetap memegang prinsip-prinsip jurnalisme yang berimbang, serta bagi masyarakat untuk menjadi konsumen informasi yang kritis.
Tanpa kedua hal ini, media bisa menjadi alat manipulasi yang merusak tatanan politik, alih-alih menjadi pilar penopang demokrasi yang kuat.
(M. Efendi)
Tinggalkan Balasan