Pada 2024, Dana Desa Tlogopucang mencapai Rp1.349.244.000, terdiri dari dua tahap pencairan:
Tahap 1: Rp662.012.400
Tahap 2: Rp687.231.600
Namun, anggaran untuk kegiatan Pembangunan/Rehabilitasi/Peningkatan Jalan Usaha Tani hanya sebesar Rp36.283.000, jauh dari kebutuhan aktual masyarakat. Sebaliknya, dana lebih besar justru dialokasikan untuk kegiatan non-urgensi seperti:
- Pengembangan peternakan: Rp207.638.000
- Perayaan budaya dan hari besar: Rp50.438.000
- Alat edukatif PAUD & Madrasah non-formal: Rp75.604.000
- Kontingen kesenian dan olahraga: Total Rp5.750.000
- Kegiatan penyuluhan dan posyandu: Total Rp44.465.000
Pada 2025, pagu Dana Desa bahkan meningkat menjadi Rp1.548.478.000, namun hingga 10 Juli 2025, baru dicairkan Rp929.086.800. Namun informasi rinci mengenai penggunaan anggaran tahap ini belum tersedia.
Potensi Pelanggaran dan Tanggung Jawab Hukum
Jika terbukti terjadi penyimpangan atau kelalaian dalam pengalokasian dana desa untuk kebutuhan prioritas masyarakat, hal ini berpotensi melanggar UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 26 ayat (4) huruf c dan d, yang menyebutkan bahwa Kepala Desa wajib “mengelola keuangan dan aset desa secara akuntabel, transparan dan bertanggung jawab” serta “mengutamakan kepentingan masyarakat desa”.
Selain itu, bila ditemukan indikasi penyalahgunaan atau pengalihan dana desa, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 3 dan 8 UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana:
- Penjara maksimal 20 tahun
- Denda hingga Rp1 miliar
Keluhan warga Tlogopucang menjadi sorotan penting terhadap transparansi dan efektivitas pengelolaan dana desa. Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum diharapkan segera mengevaluasi prioritas penggunaan anggaran agar selaras dengan kebutuhan dasar masyarakat, seperti akses jalan yang layak dan aman.
(TIM/Red)
Tinggalkan Balasan