Hal ini berpotensi melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), yang menyebutkan:
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama lima (5) tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
Jika terbukti ilegal, aparat penegak hukum berwenang menutup lokasi tambang serta menyita seluruh peralatan yang digunakan dalam kegiatan tersebut.
Meski temuan di lapangan menyebut sebaliknya, seorang pekerja yang ditemui di lokasi mengklaim bahwa tambang tersebut telah memiliki izin resmi.
“Pertambangan di sini sudah ada izinnya, ini milik Pak Agus,” ujarnya saat diwawancarai, Kamis (4/9/2025).
Namun, klaim tersebut bertolak belakang dengan data resmi Kementerian ESDM, yang hanya menunjukkan izin eksplorasi—bukan izin operasi produksi yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan penggalian dan pengangkutan material.
Warga sekitar tambang mengeluhkan dampak lingkungan dan infrastruktur akibat aktivitas pertambangan tersebut. Debu tebal saat cuaca panas dan jalanan licin serta berlubang saat hujan menjadi keluhan utama.
“Debunya parah kalau siang, jalan juga jadi licin waktu hujan. Banyak pengendara yang nyaris jatuh,” ujar seorang warga yang enggan disebut namanya.
Mereka khawatir kualitas udara dan kondisi jalan desa akan terus memburuk jika kegiatan tambang tidak segera ditindak.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak terkait, termasuk Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kendal, Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah, maupun pihak kepolisian.
Masyarakat berharap aparat penegak hukum dan dinas terkait segera turun ke lokasi untuk melakukan investigasi dan menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang terjadi.
(TIM)
Tinggalkan Balasan