Imunitas Jaksa yang Berlebihan: Saatnya Reformasi Sistem Perlindungan Penegak Hukum

Abah Sofyan
Dr. Wilpan Pribadi, S.H., M.H. - Foto Red

Ketiga, pengalihan kewenangan izin dari Jaksa Agung ke Presiden lebih masuk akal secara hierarkis dan mengurangi conflict of interest internal.

Dampak terhadap Pemberantasan Korupsi

Imunitas jaksa yang berlebihan berpotensi menghambat pemberantasan korupsi. Sementara KPK dapat dengan mudah menangkap hakim dalam OTT, mereka harus “meminta izin” untuk menangkap jaksa bahkan dalam situasi flagrante delicto. Ironi ini menciptakan two-tier justice system yang diskriminatif.

Data menunjukkan tingkat korupsi di lingkungan kejaksaan tidak kalah mengkhawatirkan dari institusi lain. ICW mencatat puluhan kasus korupsi jaksa dalam dekade terakhir. Imunitas berlebihan justru dapat memperburuk situasi ini.

Kesimpulan

Mahkamah Konstitusi harus berani membongkar anomali ini demi menegakkan prinsip equality before the law. Reformasi sistem imunitas bukan upaya melemahkan kejaksaan, melainkan memperkuat akuntabilitas dan mengembalikan kepercayaan publik.

Bacaan Lainnya

Jika hakim – yang memiliki independensi konstitusional kuat – bisa ditangkap dalam OTT, tidak ada alasan mengapa jaksa harus mendapat perlindungan lebih. Keadilan tidak mengenal privilege berlebihan, termasuk bagi para penegaknya.

Saatnya Indonesia memiliki sistem imunitas penegak hukum yang proporsional, konsisten, dan akuntabel. Gugatan ini adalah momentum emas untuk mewujudkannya.

Penulis adalah [posisi/profesi], pemerhati hukum dan pemberantasan korupsi.

(Arief/Red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Gravatar profile
  • Rating