Ketua Umum PPWI Nilai Polres Blora Berkolusi dengan Mafia BBM Ilegal Memenjarakan Wartawan

Abah Sofyan

Investigasi Indonesia

Jakarta – Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, menyoroti keras langkah Kepolisian Resor (Polres) Blora, Polda Jawa Tengah, yang menangkap tiga wartawan Jawa Tengah atas tuduhan pemerasan terhadap seorang oknum anggota TNI. Ia menilai, tindakan tersebut mengindikasikan kuat adanya kolusi antara aparat penegak hukum dan mafia BBM ilegal jenis solar di wilayah Blora.

Dalam pernyataannya yang disampaikan kepada jaringan media nasional pada Sabtu (31/5/2025), Wilson menyebut bahwa penangkapan tersebut sarat kejanggalan. Ia menyebut penanganan perkara terhadap ketiga wartawan, termasuk DNK, justru menunjukkan keberpihakan aparat terhadap pelaku kejahatan penyalahgunaan bahan bakar bersubsidi.

“Pihak Polres Blora sudah mengetahui bahwa oknum TNI tengah diproses di Unit Polisi Militer Kodam Diponegoro atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Migas, terkait penimbunan dan penyaluran BBM subsidi secara ilegal. Namun, alih-alih fokus pada aktor utama, mereka justru menjadikan wartawan sebagai target kriminalisasi,” tegas Wilson.

Bacaan Lainnya

Penyuapan, Bukan Pemerasan

Menurut Wilson, jika benar terjadi transaksi antara RC dan wartawan dengan dalih penghapusan berita, maka kejadian tersebut semestinya dikategorikan sebagai tindak pidana suap atau korupsi, bukan pemerasan.

“Dalam logika hukum, pemberian uang dari pelaku ke wartawan untuk menghapus berita bukanlah pemerasan, tapi bentuk penyuapan. Ini seharusnya diproses sebagai tindak pidana korupsi. Tapi anehnya, hanya wartawan yang diproses, sementara si pemberi—yang jelas punya niat jahat—tidak disentuh sama sekali,” ujar alumni PPRA-48 Lemhannas RI itu.

Wilson juga mengingatkan bahwa tindakan RC bisa dikategorikan melanggar Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, karena telah menghalangi kerja jurnalistik secara melawan hukum.


RC Diduga Langgar Tiga UU Sekaligus

Secara spesifik, Wilson menyebut tiga peraturan perundang-undangan yang dilanggar oleh oknum anggota TNI bernama RC, yakni:

  1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, atas tindakan penimbunan dan penyaluran BBM subsidi secara ilegal;
  2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, atas dugaan pemberian uang kepada wartawan demi kepentingan pribadi;
  3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, atas dugaan menghambat kebebasan pers melalui pemaksaan penghapusan berita.

“Dari sisi pelanggaran hukum, RC ini jelas-jelas memenuhi unsur pidana. Tapi kenapa Polres Blora tidak melihat itu? Ini pertanyaan serius bagi integritas dan independensi aparat kepolisian di Blora,” tandas Wilson.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Gravatar profile
  • Rating