Masih Berkeliaran, Kuasa Hukum Korban dan GMOCT Desak Polisi Tangkap Dalang Pengeroyokan

Investigasi Indonesia

Kuningan, Jawa Barat – Kasus pengeroyokan yang terjadi di Kuningan pada 2 September 2024, yang telah menyeret empat tersangka (W, DJS, NF, dan BAW), kembali menjadi sorotan publik. Kuasa hukum korban bersama ratusan pimpinan redaksi media dari Gabungan Media Online dan Cetak Ternama (GMOCT) mendesak Polres Kuningan untuk segera menangkap terduga dalang pengeroyokan berinisial AA, yang hingga kini masih bebas.

Kronologi Kejadian

Kasus ini bermula dari pengeroyokan terhadap seorang ASN Dinas Perhubungan Kabupaten Kuningan, Wawan, yang diduga dilakukan atas perintah AA. Peristiwa ini terjadi di Jalan Otista, Kelurahan Kuningan, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, dan dilaporkan ke polisi dengan Nomor Laporan: LP/B/126/IX/2024/SPKT/POLRESKUNINGAN/POLDA JABAR.

Meski empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka, keberadaan AA yang diduga sebagai otak utama pengeroyokan masih belum terdeteksi. Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar terkait upaya penegakan hukum di wilayah tersebut.

Bacaan Lainnya

Desakan Kuasa Hukum dan GMOCT

Kuasa hukum korban, Advokat Bambang L. A. Hutapea, S.H., M.H., C.Med, bersama perwakilan GMOCT, Agung Sulistio, menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap lambatnya penanganan kasus ini. Mereka menekankan pentingnya prinsip equality before the law dalam penegakan hukum, di mana semua pihak harus diperlakukan sama di hadapan hukum.

“Korban memiliki hak atas perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 dan SEMA RI Nomor 4 Tahun 2011. Kami mendesak pihak kepolisian untuk segera menangkap dalang dari peristiwa ini agar rasa keadilan dapat terpenuhi,” ujar Bambang dalam konferensi pers di kantor GMOCT, Veteran 50, Kuningan.

Tuntutan dan Komitmen GMOCT

GMOCT menyatakan akan terus mengawal kasus ini hingga selesai. Organisasi media ini bahkan berencana melibatkan Kapolri dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) jika proses hukum dirasa tidak berjalan sebagaimana mestinya. Mereka berharap kasus ini menjadi contoh ketegasan dalam melawan premanisme.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *