Habiburokhman yang dulu dikenal membela kebebasan pers, kini justru tampil sebagai pembela garis keras untuk koleganya. Ia membantah keras laporan Tempo dan mempertanyakan etika jurnalistik media tersebut, tanpa menjawab substansi tuduhan.
Namun kritik balik datang dari berbagai arah, salah satunya dari Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, yang juga alumnus Lemhannas RI. Wilson menilai reaksi defensif Habiburokhman mencerminkan mati surinya nalar kritis dalam dunia politik.
“Kritik terhadap pejabat publik adalah kontrol sosial yang sah dan dilindungi konstitusi. Loyalitas bukan berarti membabi buta,” ujar Wilson dalam pernyataannya, Kamis (10/4/2025).
Wilson juga menyindir sikap DPR yang lambat merespons isu rakyat, namun super cepat membela diri saat disebut dalam isu dugaan perjudian. Menurutnya, sikap semacam itu hanya menambah ketidakpercayaan publik terhadap lembaga legislatif yang selama ini disebut sebagai salah satu lembaga paling korup di Indonesia.
“Tugas utama wakil rakyat bukan melindungi kolega, tapi melayani rakyat,” tegas Wilson. Ia juga menolak keras narasi yang menyamakan kritik dengan ancaman terhadap stabilitas politik.
Menutup pernyataannya, Wilson menyerukan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan penghentian budaya “asal bapak senang” di lingkungan parlemen.
“Rakyat butuh wakil yang tahan dikritik, bukan yang panik saat disindir. Jika memang tidak terlibat, kenapa takut?” pungkasnya.
(Red)
Tinggalkan Balasan