Dalam keterangannya kepada media, Nenek Suryati mengungkapkan kesulitan ekonomi yang dihadapinya. Selain berharap adanya bantuan perbaikan rumah, ia meminta agar program bantuan tidak membebani warga dengan biaya tambahan.
“Kalau ada bantuan, tolong jangan setengah-setengah. Program RTLH dari desa itu, kami diminta menambahi untuk membangun rumah. Terus terang kami tidak mampu. Hidup kami saja sudah pas-pasan,” ujar Nenek Suryati dengan nada lirih.
Nenek Suryati sehari-harinya bekerja membuat reyeng, atau wadah ikan pindang dari bambu, untuk menambah penghasilan. Namun, upah dari pekerjaan ini sangat kecil dan jauh dari mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sementara itu, suaminya bekerja sebagai buruh tani harian di sawah milik tetangga dengan pendapatan yang tidak menentu.
“Saya berharap ada yang peduli dengan kondisi kami. Kalau bisa, bantuannya benar-benar tuntas agar kami bisa tinggal di rumah yang layak. Kami tidak ingin terus-terusan hidup seperti ini,” tambahnya.
Kondisi Masyarakat Kurang Mampu di Pelosok Desa
Kisah Nenek Suryati menjadi cerminan realitas banyak warga di pelosok desa yang masih hidup dalam keterbatasan. Banyak di antara mereka yang bergantung pada bantuan sosial dari pemerintah, namun sering kali program tersebut belum sepenuhnya tuntas dan tepat sasaran.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi dari pihak pemerintah desa terkait keluhan Nenek Suryati tentang program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Warga sekitar berharap adanya tindakan nyata dari pihak terkait, baik pemerintah maupun pihak swasta, untuk membantu keluarga Nenek Suryati keluar dari keterpurukan.