Regulasi yang Diduga Dilanggar:
Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Hiburan dan Rekreasi Umum
Pasal 7 Ayat (1): Lokasi tempat hiburan tidak boleh berada di sekitar lingkungan yang bersifat religius, seperti tempat ibadah, sekolah, atau fasilitas publik lainnya.
Pasal 11: Jam operasional tempat hiburan malam dibatasi hingga pukul 00.00 WIB (hari biasa), dan pukul 02.00 WIB pada malam libur tertentu, dengan izin khusus.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Pasal 61: Setiap orang wajib menaati rencana tata ruang yang berlaku dan dilarang memanfaatkan ruang yang bertentangan dengan fungsi peruntukannya.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 503 Ayat (1): Barang siapa yang melakukan keributan atau kegaduhan yang mengganggu ketertiban umum, terutama pada waktu malam hari, dapat dikenakan pidana kurungan atau denda ringan.
Ancaman Pidana dan Sanksi:
Sanksi Administratif:
- Pencabutan atau pembekuan izin usaha
- Penutupan tempat hiburan oleh Satpol PP atau instansi terkait
- Denda administratif hingga Rp50 juta sesuai ketentuan Perda
Sanksi Pidana:
Kurungan maksimal 3 bulan atau denda sesuai KUHP jika terbukti menyebabkan gangguan ketertiban umum
Tuntutan pidana tambahan jika ditemukan unsur pelanggaran moral, seperti peredaran minuman keras tanpa izin
Kasus ini memperlihatkan celah serius dalam pengawasan dan pengendalian perizinan tempat hiburan di Kota Semarang. Pertanyaan besar kini mengarah pada siapa yang memberi izin, dan mengapa bisa lolos meski lokasi dekat dengan tempat ibadah?
Warga mendesak Pemerintah Kota Semarang, DPRD, serta Satpol PP untuk bertindak tegas—tidak hanya menindak pelanggaran jam operasional, tapi juga meninjau ulang izin usaha karaoke yang lokasinya berpotensi melanggar aturan zonasi dan mencederai nilai religius warga sekitar.
(TIM)
Tinggalkan Balasan