Samsat Delanggu Diduga Curang, Warga Bayar Pajak Motor Tak Sesuai STNK!

Abah Sofyan

Menindaklanjuti laporan tersebut, awak media mencoba menghubungi Aiptu Irmanto, selaku Kepala Urusan Samsat Delanggu, melalui pesan Whatsapp pada Kamis, 28 Agustus 2025. Namun hingga berita ini diturunkan, tidak ada jawaban atau klarifikasi resmi.

Sikap diam dan tidak memberikan pernyataan ini memunculkan dugaan adanya pembiaran, ketidaktransparanan, bahkan potensi praktik pungli yang bisa mencoreng citra institusi pelayanan publik, khususnya Samsat sebagai bagian dari Korps Lalu Lintas Polri.

Analisis Hukum & Potensi Pelanggaran

Menurut pasal-pasal hukum yang berlaku di Indonesia, tindakan pemungutan yang tidak jelas atau tidak sesuai dengan peraturan merupakan bentuk pelanggaran administrasi dan pidana.

1. UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

“Setiap penyelenggara layanan wajib memberikan pelayanan secara transparan, akuntabel, dan profesional.”

Bacaan Lainnya

2. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)

Pasal 12e menyatakan:

“Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang memotong pembayaran atau melakukan pungutan yang tidak sah dapat dipidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda minimal Rp200 juta hingga Rp1 miliar.”

3. Peraturan Kapolri No. 5 Tahun 2012

Mengatur secara detail tentang tata cara registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor, termasuk proses penerbitan STNK dan pembayaran pajaknya.

Indikasi Pungli dan Maladministrasi

Kasus ini menampilkan gejala-gejala khas praktik pungli:

  • Nominal tak transparan
  • Tidak ada rincian resmi yang diberikan kepada wajib pajak
  • Petugas terkesan buru-buru menutup ruang klarifikasi
  • Tidak ada respons ketika dikonfirmasi media

Bila nominal Rp500.000 dikenakan pada kendaraan tahun 2008 tanpa denda atau ganti plat, maka publik berhak mencurigai adanya unsur pungutan liar atau “mark-up” biaya.

Kasus ini harus menjadi peringatan keras bagi institusi pelayanan publik, khususnya Samsat di seluruh Indonesia, untuk meningkatkan transparansi, memasang daftar biaya resmi, dan melayani masyarakat dengan etika profesionalisme tinggi. Kasus ini juga bukan sekadar salah cetak atau kelalaian administrasi biasa. Ketika warga dibebani biaya yang tak sesuai ketentuan, dan pejabat menutup diri dari klarifikasi, maka itu adalah indikasi kuat terjadinya pelanggaran sistemik.

🔺 Masyarakat berhak mendapatkan kejelasan dan keadilan.
🔺 Pemerintah daerah dan kepolisian harus menyelidiki kasus ini.
🔺 Pelayanan publik harus kembali pada semangat melayani, bukan mengambil keuntungan sepihak.

(TIM)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Gravatar profile
  • Rating