“Insya Allah kami dari Polri sudah berubah melalui transformasi. Kami akan maksimalkan pelayanan, baik dari segi inovasi maupun personality.” tegasnya.
Klarifikasi ini menunjukkan keseriusan jajaran Polres Brebes dalam menjaga transparansi dan mutu pelayanan publik, serta memastikan bahwa setiap laporan masyarakat ditindaklanjuti secara prosedural dan profesional.
Aturan Hukum yang Berlaku:
Kasus seperti ini berkaitan dengan dua aspek hukum utama:
Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016, yang menyebutkan:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA atau hal lain.”
Namun dalam konteks opini publik palsu atau menyesatkan, ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE juga relevan:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik, yang mengatur sanksi bagi pihak yang menuduh atau menyebarkan pernyataan yang dapat merusak nama baik seseorang atau lembaga tanpa bukti yang sah.
Ancaman Pidana:
Berdasarkan Pasal 45 ayat (3) UU ITE, pelaku yang terbukti melakukan pencemaran nama baik melalui media elektronik dapat dipidana dengan penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.
Berdasarkan Pasal 310 KUHP, ancaman hukuman maksimal 9 bulan penjara atau denda paling banyak Rp4.500 (KUHP lama, atau setara dengan Rp1 juta-an dalam revisi KUHP baru).
Kasus ulasan anonim di Google Maps ini mencerminkan tantangan era digital, di mana opini publik di dunia maya dapat mempengaruhi reputasi instansi publik. Namun, klarifikasi cepat dan terbuka dari pihak kepolisian menunjukkan komitmen terhadap pelayanan publik yang transparan dan profesional.
(TIM)









Tinggalkan Balasan