Antara Inspirasi dan Kontroversi, Mengapa Hari Kartini Tak Lagi Jadi Libur Nasional?

Abah Sofyan

Investigasi Indonesia

Oleh Redaktur

Editorial – Setiap tanggal 21 April, masyarakat Indonesia memperingati Hari Kartini sebagai bentuk penghormatan terhadap Raden Ajeng Kartini, sosok perempuan asal Jepara, Jawa Tengah, yang dikenal sebagai pelopor emansipasi wanita. Namun, seiring waktu, muncul berbagai pandangan pro dan kontra terhadap pengangkatan Kartini sebagai pahlawan nasional. Bahkan, Hari Kartini kini tidak lagi termasuk dalam daftar hari libur nasional.

Sosok Kartini: Simbol Emansipasi Perempuan

Bacaan Lainnya

Kartini dikenal luas melalui surat-suratnya yang dibukukan dalam Habis Gelap Terbitlah Terang, di mana ia mengkritisi budaya patriarki dan keterbatasan akses pendidikan bagi perempuan pribumi pada masa kolonial Belanda. Ia merupakan putri bangsawan Jawa yang berpikiran maju, berusaha memperjuangkan hak perempuan untuk belajar dan berpikir mandiri, yang kala itu dianggap tabu.

Perjuangannya menjadi inspirasi bagi banyak perempuan Indonesia untuk mengejar pendidikan dan meraih kemandirian. Atas jasanya, Kartini ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden Soekarno melalui Keputusan Presiden No.108 Tahun 1964.

Pro: Simbol Perlawanan Budaya Patriarki

Banyak pihak memandang Kartini sebagai tokoh penting dalam sejarah pergerakan perempuan. Ia tidak hanya berani menyuarakan ketidakadilan, tetapi juga mencetuskan ide-ide progresif yang melampaui zamannya. Kartini menjadi simbol penting dalam pendidikan perempuan dan dianggap sebagai titik awal perubahan sosial di Indonesia.

Hari Kartini pun dijadikan momentum untuk mendorong kesetaraan gender dan mengapresiasi kontribusi perempuan dalam berbagai sektor kehidupan, dari rumah tangga hingga dunia politik dan ekonomi.

Kontra: Dipertanyakan dari Segi Perjuangan Fisik dan Representasi

Meski begitu, sebagian kalangan mempertanyakan penetapan Kartini sebagai pahlawan nasional. Kritik utama datang dari perbandingan antara perjuangan Kartini yang bersifat intelektual dengan pahlawan perempuan lain seperti Cut Nyak Dien atau Martha Christina Tiahahu, yang berjuang dengan senjata melawan penjajah. Mereka menilai bahwa fokus pemerintah terhadap Kartini mengesampingkan tokoh-tokoh perempuan lain dari daerah luar Jawa yang perjuangannya lebih militan dan berdarah-darah.

Kritik juga datang dari perspektif dekolonialisasi. Kartini hidup di bawah pengaruh Belanda, dan sebagian suratnya ditulis dalam bahasa Belanda kepada sahabatnya di Eropa. Beberapa sejarawan berpendapat bahwa narasi Kartini dimunculkan dan dibentuk oleh pemerintah kolonial untuk menunjukkan bahwa perempuan pribumi dapat ‘diselamatkan’ melalui pendekatan Barat, bukan melalui perlawanan terhadap penjajahan.

Mengapa Hari Kartini Tidak Lagi Jadi Hari Libur Nasional?

Pada era reformasi birokrasi, pemerintah melakukan peninjauan ulang terhadap hari-hari libur nasional. Hari Kartini memang masih diperingati secara luas, terutama di sekolah dan instansi pemerintah, namun sejak lama tidak tercantum dalam daftar hari libur resmi. Alasan utamanya adalah efisiensi hari kerja serta penyederhanaan kalender libur nasional agar tidak terlalu padat.

Selain itu, meskipun memiliki nilai simbolik tinggi, Hari Kartini tidak dikategorikan sebagai hari besar keagamaan atau kenegaraan yang biasanya dijadikan dasar hari libur nasional. Pemerintah tetap mendorong peringatan Hari Kartini dalam bentuk kegiatan edukatif dan reflektif, tanpa menjadikannya hari non-aktif secara nasional.

Dasar Hukum Penetapan Hari Libur Nasional

Penyusunan hari libur nasional dan cuti bersama diatur melalui SKB Tiga Menteri, yaitu Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB). SKB tersebut berlaku mulai ditetapkan pada 14 Oktober 2024 dan memuat lampiran daftar hari libur nasional dan cuti bersama tahun 2025.

Berdasarkan SKB itu, masyarakat Indonesia menikmati total 27 hari libur, terdiri dari 17 hari libur nasional dan 10 hari cuti bersama sepanjang 2025.

Status Hari Kartini Menurut SKB 3 Menteri 2025

Meskipun setiap 21 April diperingati sebagai Hari Kartini untuk mengenang perjuangan RA Kartini, tanggal tersebut tidak termasuk dalam daftar libur nasional maupun cuti bersama tahun 2025. Hal ini tercermin dalam lampiran SKB Nomor 1017 Tahun 2024, Nomor 2 Tahun 2024, dan Nomor 2 Tahun 2024 yang tidak mencantumkan tanggal 21 April sebagai hari libur resmi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Gravatar profile
  • Rating